Jumat, 17 Januari 2014

Makalah Teknik Budi Daya Tanaman Serat Di Lahan Bonorowo

MAKALAH
MATA KULIAH SISTEM PERTANIAN
TENTANG
TEKNIK BUDI DAYA TANAMAN SERAT DI LAHAN BONOROWO




Disusun oleh :
ARIFSON YONDANG
NIREM : 05.1.4.12.0370


KEMENTERIAN PERTANIAN
BADAN PENYULUHAN DAN PENGEMBANGAN SDM  PERTANIAN
SEKOLAH TINGGI PENYULUHAN PERTANIAN (STPP) MAGELANG
JURUSAN PENYULUHAN PERTANIAN DI YOGYAKARTA
TAHUN 2013


I
Pendahuluan

A. Latar Belakang
Pengembangan kenaf (Hibiscus cannabinus L.) di lahan bonorowo atau banjir musiman berjalan sejak tahun 1978 sampai tahun 1990. Pada saat itu yang ditunjuk oleh pemerintah sebagai pengelola adalah PT Perkebunan XVII, yang wilayahnya meliputi Jawa Tengah, Jawa Timur, dan Kalimantan Selatan. PT Perkebunan XVII mempunyai pabrik karung goni di Jepara, Delanggu, dan Ngagel Surabaya. Seiring dengan kemajuan bahan pengemas hasil-hasil pertanian berupa karung plastik maka karung goni tidak kompetitif lagi, di samping harganya lebih mahal juga sulit untuk didapat di pasaran. Akibatnya ketiga pabrik karung goni tersebut tidak beroperasi lagi, dan petani serat kenaf, beralih ke usaha tani komoditas lain seperti jagung, kedelai, tebu, kacang hijau, dan padi.
Pada tahun 2000, PT Abadi Barindo Autotech (ABA) yang berada di Purwodadi, Pasuruan membutuhkan serat alam yang berasal dari kenaf. PT ABA membentuk anak perusahaan yang bernama PT Global Agrotek Nusantara (GAN) yang bergerak di bidang khusus serat.
Daerah pengembangannya adalah bekas wilayah kerja PT Perkebunan XVII di Kabupaten Lamongan, terutama di daerah aliran sungai (DAS) Bengawan Solo. Luas areal pertanaman sekitar 2.500 sampai dengan 3.000 hektar. Jenis tanah tergolong aluvial, berstatus lahan bonorowo atau lahan banjir musiman. Serat kenaf yang dibutuhkan bukan untuk karung goni, tetapi dimanfaatkan untuk dashbord dan interior mobil. Mengingat kegunaan serat berbeda maka kualitas serat yang diperlukan oleh PT ABA hanya kualitas super A dan A.
Di samping itu PT ABA juga mengembangkan kenaf di lahan podsolik merah kuning (PMK) dan lahan gambut di Kalimantan Timur. Untuk lahan PMK, PT ABA memiliki hak guna usaha seluas 500 hektar yang berada di Desa Samboja, Kabupaten Kutai Kartanegara, Kalimantan Timur. Tipikal lahan PMK dan gambut adalah sangat berbeda. Lahan PMK miskin unsur hara makro, mikro, pH rendah, sering terjadi keracunan Al dan Fe, fraksi didominasi oleh pasir dan curah hujan tinggi, tetapi waktunya pendek hanya 6–7 bulan (Santoso et al., 2004). Sedang ciri-ciri lahan gambut adalah kaya akan bahan organik, kahat unsur mikro (Zn, Cu, dan Mn), tetapi pH tanah rendah dan sering terjadi genangan air karena adanya pasang dan surut air laut (Sastrosupadi dan Santoso, 2002).
Perilaku pasang surut itu sulit dikendalikan. Secara umum pasang surut air laut dikendalikan dengan membuat pintu-pintu air, walaupun kenyataannya kurang efektif. Tahun 2009 diproklamirkan sebagai tahun kebangkitan serat-serat alam (International Year of Natural Fiber). Berdasarkan permintaan pasar dunia akan serat alam yang ramah lingkungan diawali pada tahun 2009 maka negara-negara berkembang seperti Indonesia, Vietnam, Malaysia, Filipina, Thailand, Bangladesh, dan India mempunyai peluang yang cukup besar menjadi negara produsen. Ketujuh negara itu memiliki sumber daya alam yang mendukung pengembangan serat alam. Kenaf merupakan salah satu sumber serat alam yang banyak diminati oleh para konsumen, karena hasil serat halus, putih, panjang, dan kuat, serta mudah terurai bila sudah menjadi limbah.
Kenaf juga sebagai tanaman penambang hidrogen (H2), oksigen (O2) yang cepat, sehingga dapat membantu dalam proses pendinginan global dunia. Balai Penelitian Tanaman Tembakau dan Serat (Balittas), Malang telah melepas varietas-varietas baru kenaf yaitu KR 1 sampai dengan KR 6 (Sudjindro et al., 2004). Keenam varietas baru kenaf, salah satunya diperoleh dari hasil persilangan antara Hc 48 x Hc G4. Kedua tetua memiliki potensi genetik yang berbeda. Untuk Hc G4 adalah varietas yang toleran terhadap fotoperiodisitas, berproduksi tinggi, dan berumur agak dalam (5–6 bulan). Sedang tetua Hc 48 bersifat genjah, umur hanya 3,5–4 bulan, dan berproduksi tinggi. Perpaduan dua sifat kedua tetua itu menghasilkan varietas baru yang menghasilkan keunggulan tertentu. Pada saat ini varietas praktek yang digunakan oleh para petani sudah mengalami degradasi (kemunduran), sehingga hasil serat yang diperoleh tidak sesuai dengan harapan. Penggunaan varietas baru kenaf adalah salah satu langkah yang tepat untuk meningkatkan produktivitas serat.
Di masa mendatang diperkirakan akan terjadi persaingan produsen serat alam. Berdasarkan hal tersebut maka perlu dipersiapkan teknik budi daya kenaf yang memadai, baik di lahan bonorowo, gambut, maupun podsolik merah kuning. Dengan demikian akan diperoleh tingkat produktivitas serat yang optimal dan berkualitas tinggi, serta sesuai dengan permintaan pasar.
Makalah ini memberikan informasi kepada para pengguna atau para petani serat, tentang cara teknik budi daya varietas baru kenaf di daerah pengembangan (Nganjuk, Jombang, Kediri, Lamongan, Tuban, Kalimantan Selatan, dan Kalimantan Timur) agar memperoleh pendapatan yang optimal.

B. Tujuan
Tujuan utamanya adalah untuk meningkatkan produksi, pendapatan petani, dan memenuhi kebutuhan serat nasional, Serta mengurangi impor untuk menghemat devisa.

  

II
Tinjauan Pustaka
A. Pengertian
Tanaman serat yaitu tumbuhan yang dibudidayakan dan diambil seratnya untuk keperluan manusia. Biasanya serat tumbuhan berasal dari buah, kulit, kayu, akar, pelepah atau daunnya. Serat tumbuhan/serat pangan; biasanya tersusun atas selulosa, hemiselulosa, dan kadang-kadang mengandung pula lignin.
Lahan bonorowo adalah lahan yang digenangi air apabila musim hujan dan terjadi kebanjiran.
Kenaf adalah salah satu tanaman penghasil serat.

B. Taksonomi Kenaf
Kenaf merupakan tanaman yang termasuk dalam genus hibiscus yang teerdiri dari beberapa spesies, diataranya: Okra (Hibiscus esculentus L), Rose (Hibiscus syiriacus L), Kembang sepatu (Hibiscus rosasinensis L), Kenaf (Hibiscus cannabinus L), Rosella (Hibiscus sabdariffa) serta Deanus (Hibiscus eetve L). di Indonesia yang banyak di kembangkan adalah Bunga sepatu dan Rose sebagai hiasan serta Rosella dan Kenaf sebagai bahan karung goni. sedangkan di Australia banyak di gunakan sebagai pulp dan bahan baku kertas.
Berikut adalah taksonomi kenaf:
-          Kingdom                  = Plant kingdom
-          Divisio            = Spermatophyta
-          Subdivisio                = Angiospermae
-          Klas                = Dicotyledomeae
-          Ordo                = Marvales
-          Famili             = Malvaceae
-          Genus              = Hibiscus
-          Specias            = Hibiscus cannabinus
Kenaf memiliki ketahanan yang kuat terhadap genangan air. Batang yang tergenang air akan muncul akar adventif sehingga wajar kalau banyak kita jumpai di daerah rawa.


III
PEMBAHASAN

A. Kandungan Serat Tanaman Kenaf
1.   Batang dan Serat Kenaf
Batang Kenaf dalam keadaan normal mampu tumbuh setinggi 2,4-3,8m, bahkan dalam keadaan tertentu mampu tumbuh mencapi 4 meter. hal ini di pengaruhi oleh kerapatan saat menanam bibit kenaf. diameternya dapat mencapai lebih dari 25mm tergantung dari varietas dan lingkungan tumbuhnya. Permukaan batang kenaf ada yang licin, berbulu halus, berbulu kasar dan berduri.
Kandungan serat terbanyak (75%) terdapat pada batang bawah. Serat kenaf tergolong serabut sklerenkim yaitu sel bardinding tebal yang sering kali berlignin. Serat ini berfingsi mekanis sehingga tahan terhadap tegangan yang di sebabkan penarikan dan pembengkokan, tekanan dan pemampatan tanpa menyebabkan kerusakan sel-sel berdinding tebal pada bagian tanaman ini. Kenaf akan memiliki kualitas serat yang baik apabila ia tumbuh pada lingkungan yang memiliki air dan tanah dengan keasaman yang cukup (biasanya pH 5.5).
2.  Serat Kenaf dalam Ilmu Fisika Bahan (Material)
Buat konco2 Fisika Bahan, Serat Kenaf ini merupakan bahan yang layak untuk banyak di pelajari, mengingat pemanfaatannya yang semakin besar. sampai sekarang di Indonesia serat kenaf hanya sampai pada peperti karung goni dan yang paling tinggi adalah hard fiber untuk ekspor. Sedangkan di negara tetangga serat kenaf ini sudah digunakan sebagai bahan interior mobil, body serta bahan pakaian. Elastisitas, ringan serta sifatnya yang ramah lingkungan dari serat kenaf merupakan alasan kenapa bahan ini banyak digunakan di negeri tetangga. sudah selayaknya anak bangsa turut serta mengembangkan tanaman satu ini.
B. Teknik Budi Daya Kenaf Di Lahan Bonorowo
Untuk mendapatkan produksi serat kenaf yang optimal maka beberapa persyaratan yang harus diperhatikan:

1.   Pengolahan tanah
Pengolahan tanah dapat dilakukan dengan bajak sapi atau traktor sedalam lapisan olah tanah (30–40 cm). Pembalikan tanah secara membujur, melintang, dan diagonal agar tanah menjadi gembur. Setelah tanah dibalik, kemudian dihaluskan menggunakan rotari, untuk menjadikan struktur tanah menjadi remah, memperbaiki aerasi dan drainase tanah. Peran dari pengolahan tanah juga dapat memotong kapiler tanah, sehingga proses penguapan air dapat dikurangi (Soepardi, 1983).
2.  Waktu tanam
Kenaf sebagai tanaman yang sangat dipengaruhi oleh fotoperiodisitas, atau panjang hari, sehingga waktu tanam berpengaruh besar terhadap pertumbuhan tanaman. Lama penyinaran matahari di daerah tropis, khususnya Indonesia sekitar 11,30 sampai 12,30 jam.
Pada lama penyinaran matahari yang kurang dari 11,30 jam disebut sebagai hari pendek dan sebaliknya panjang penyinaran yang lebih dari 11,30 jam disebut sebagai hari panjang. Pergerakan matahari mulai dari garis equator menuju ke 23,50o lintang utara dan kembali ke equator lagi, menuju ke 23,50o lintang selatan, selanjutnya bergerak menuju equator lagi. Siklusnya bulan September berada di equator, bulan Maret berada di equator, bulan Juli berada di 23,50o LU dan bulan Desember berada di 23,50o LS. Posisi Pulau Jawa berada di selatan equator maka pada bulan September, pergerakan matahari memasuki hari panjang. Dengan demikian waktu tanam yang optimal bagi kenaf di daerah Jawa jatuh pada bulan September–Oktober.
3.  Jarak tanam
Populasi tanaman kenaf per hektar sebanyak 250.000–330.000. Jarak tanam mulai dari 20 cm x 20 cm; 15 cm x 20 cm; 10 cm x 30 cm. Penanaman secara ditugal, kemudian lubang tanam ditutup dengan abu atau pasir. Jarak tanam tergantung dari tingkat kesuburan tanah, bilamana tanahnya subur maka jarak tanam dapat diperjarang, tetapi jika tanahnya kurang subur maka jarak tanam dirapatkan.

4.  Pengairan
Pemberian air dilakukan setelah tanam dengan mengambil air tanah yang mempergunakan pompa diesel berkekuatan 6–8 PK atau memanfaatkan air sungai terdekat. Pengairan selama pertumbuhan kenaf membutuhkan sebanyak 6–8 kali.
5.  Pemupukan
Pupuk anorganik yang umum digunakan nitrogen adalah bersumber dari urea. Dosis yang digunakan sekitar 40–120 kg N/ha atau setara dengan 100–300 kg urea/ha. Pupuk diberikan secara alur di antara dua baris tanaman selang satu baris. Tahap pemberian pupuk nitrogen 2 kali yaitu 1/3 dosis N pada 10 hari setelah tanam dan sisanya 2/3 dosis pada 30 hari setelah tanam.
6.  Penyiangan gulma
Pada saat tanaman kenaf berumur 30 hari, sering dijumpai gulma berupa rumput atau alang-alang. Pertumbuhan kenaf akan terganggu, manakala gulma tersebut tidak dikendalikan.
Oleh karena itu pengendalian dilaksanakan penyiangan secara manual (dengan tenaga manusia) agar tanaman kenaf terbebas dari gulma. Penyiangan hanya dilakukan sekali saja, setelah itu tanaman pengganggu tidak dapat tumbuh karena ternaungi tanaman kenaf.
7.  Pengendalian hama dan penyakit
Hama yang acapkali muncul pada pertanaman kenaf adalah serangga pengisap daun dan ulat pemakan daun. Pengendalian kedua hama tersebut cukup disemprot dengan monokrotofos 0,3–0,6 g/l (2–4 ml Gusadrin 15 WSC/l air) dan deltametrin 0,05–0,1 g/l (2,4 ml Decis 2,5 EC/l air). Sedang penyakit layu Fusarium dan penyakit Phoma (busuk daun) dikendalikan dengan karbendazim 0,19 g/l dan mankonzeb 2,21 g/l (3 g Delsene 200/l air).


8.  Panen
Umur tanaman kenaf relatif pendek sekitar 3,5–4 bulan. Ciri-ciri tanaman kenaf sudah layak dipanen, jika kuncup bunga kesepuluh sudah mekar dan membentuk buah (kapsul) yang terletak pada bagian ujung batang tanaman. Masalah panen menjadi perhatian utama bagi kenaf. Panen yang terlalu muda akan menghasilkan serat yang rapuh dan sebaliknya panen yang terlalu tua akan menghasilkan serat yang jelek, karena kandungan ligninnya sudah banyak. Oleh karena itu panen harus tepat yaitu sekitar umur 120 hari. Cara panen yang baik menggunakan sabit yang tajam, batang kenaf dipotong tepat pada permukaan tanah. Kandungan serat yang paling tinggi berada di bagian bawah, sehingga akan mengurangi hasil serat manakala pemanenannya salah.
9.  Perendaman
Kenaf yang ditanam di lahan bonorowo, pada saat berumur sekitar 90 hari umumnya terjadi genangan air, akibat dari limpahan air sungai. Hal ini disebabkan sungai tidak mampu menampung tumpahan air hujan. Kondisi ini bermanfaat bagi hasil panenan batang kenaf karena langsung direndam di tempat tidak lagi membuat kolam rendaman. Proses perendaman batang kenaf lamanya 14 hari, setelah itu dapat diseratkan dengan ca61ra manual (tenaga manusia). Hasil serat yang didapat dicuci kemudian dijemur selama 2 hari.


IV
Daftar Pustaka

http://peluangusaha.kontan.co.id/news/menggulung-laba-dari-budidaya-tanaman-kenaf-1
    Santoso, B., Sudjindro, A. Sastrosupadi, Djumali, dan Lestari. 2004. Pengaruh pemupukan terhadap beberapa galur dan varietas kenaf di lahan PMK Kaltim. Prosiding Simposium IV Hasil Penelitian Tanaman Perkebunan. Bogor. Hal. 175–181.
     Santoso, B. dan A. Sastrosupadi. 2005. Kesesuaian galur-galur harapan dan varietas kenaf untuk sistem tumpang sari dengan jagung di lahan PMK Kaltim. Journal Agritex. 14(2):336-342.
    Santoso, B. 2005. Pengaruh bahan organik dan pupuk NPK terhadap hasil serat rosela di lahan PMK Kalsel. Jurnal Penelitian Tanaman Industri 11(3):85–127.
      Sudjindro, B. Heliyanto, Marjani, S. Hartati, B. Santoso, R.D. Purwati, U.Setyo-Budi, dan D. Sunardi. 2004. Respon galur-galur unggul kenaf dan rosela terhadap sistem tanam tanpa oleh tanah (TOT) di lahan PMK Kaltim. Prosiding Simposium IV Hasil Penelitian Tanaman Perkebunan. Bogor. Hal. 265–271.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar